Tuesday, April 13, 2010

Hukum “Oral Sex”

Penulis: Syaikh Al`Allamah Ahmad bin Yahya An-Najmi hafizhohullah

Apa hukum oral seks?

Jawab:

Mufti Saudi Arabia bagian Selatan, Asy-Syaikh Al`Allamah Ahmad bin Yahya An-Najmi hafizhohullah menjawab sebagai berikut,

“Adapun isapan istri terhadap kemaluan suaminya (oral sex), maka ini adalah haram, tidak dibolehkan. Karena ia (kemaluan suami) dapat memencar. Kalau memencar maka akan keluar darinya air madzy yang dia najis menurut kesepakatan (ulama’). Apabila (air madzy itu) masuk ke dalam mulutnya lalu ke perutnya maka boleh jadi akan menyebabkan penyakit baginya.

Dan Syaikh Ibnu Baz rahimahullah telah berfatwa tentang haramnya hal tersebut –sebagaimana yang saya dengarkan langsung dari beliau-.”

Dan dalam kitab Masa`il Nisa’iyyah Mukhtarah Min Al-`Allamah Al-Albany karya Ummu Ayyub Nurah bintu Hasan Ghawi hal. 197 (cet. Majalisul Huda AI¬Jaza’ir), Muhadits dan Mujaddid zaman ini, Asy-Syaikh AI-`Allamah Muhammad Nashiruddin AI-Albany rahimahullah ditanya sebagai berikut:

“Apakah boleh seorang perempuan mencumbu batang kemaluan (penis) suaminya dengan mulutnya, dan seorang lelaki sebaliknya?”

Beliau menjawab:

“Ini adalah perbuatan sebagian binatang, seperti anjing. Dan kita punya dasar umum bahwa dalam banyak hadits, Ar-Rasul melarang untuk tasyabbuh (menyerupai) hewan-hewan, seperti larangan beliau turun (sujud) seperti turunnya onta, dan menoleh seperti

tolehan srigala dan mematuk seperti patukan burung gagak. Dan telah dimaklumi pula bahwa nabi Shallallahu `alahi wa sallam telah melarang untuk tasyabbuh dengan orang kafir, maka diambil juga dari makna larangan tersebut pelarangan tasyabbuh dengan hewan-hewan -sebagai penguat yang telah lalu-, apalagi hewan yang telah dlketahui kejelekan tabiatnya. Maka seharusnya seorang muslim dan keadaannya seperti ini- merasa tinggi untuk menyerupai hewan-hewan.”

Dan salah seorang ulama besar kota Madinah, Asy-Syaikh AI-`Allamah `Ubaid bin ‘Abdillah bin Sulaiman AI-Jabiry hafizhahullah dalam sebuah rekaman, beliau ditanya sebagai berikut,

“Apa hukum oral seks’?“ Beliau menjawab:

“Ini adalah haram, karena is termasuk tasyabbuh dengan hewan-hewan. Namun banyak di kalangan kaum muslimin yang tertimpa oleh perkara-perkara yang rendah lagi ganjil menurut syari’at, akal dan fitrah seperti ini. Hal tersebut karena ia menghabiskan waktunya untuk mengikuti rangkaian film-film porno melalui video atau televisi yang rusak. Seorang lelaki muslim berkewajiban untuk menghormati istrinya dan jangan ia berhubungan dengannya kecuali sesuai dengan perintah Allah. Kalau ia berhubungan dengannya selain dari tempat yang Allah halalkan baginya maka tergolong melampaui batas dan bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alahi wa sallam.”

Dikutip dari darussalaf.org offline dari majalah An-Nashihah Volume 10 1427H Penulis: Syaikh Al`Allamah Ahmad bin Yahya An-Najmi hafizhohullah Judul: Hukum Oral Seks
Continue reading...

Thursday, July 23, 2009

Hukum Berkhitan Bagi Laki-Laki Dan Perempuan

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : "Bagaimana hukum berkhitan bagi laki-laki dan perempuan?" Jawaban. Hukum berkhitan masih dalam perselisihan ulama, namun yang paling dekat dengan kebenaran adalah bahwa khitan hukumnya wajib bagi laki-laki dan sunah bagi perempuan, dan letak perbedaan antara keduanya adalah khitan bagi laki-laki memiliki kemaslahatan yang berhubungan dengan syarat diterimanya shalat yaitu thaharah, karena jika qulfah (ujung kemaluan) itu dibiarkan, maka kencing yang keluar dari qulfah tersebut sisa-sisanya akan tertinggal disitu dan terkumpullah air di qulfah tersebut sehingga bisa menyebabkan rasa sakit waktu kencing. Atau dengan adanya qulfah yang belum dipotong, maka bila ada sesuatu keluar darinya, qulfah itu akan bernajis.

Sedangkan bagi perempuan, berkhitan hanya merupakan tujuan yang di dalamnya terdapat faedah, yaitu untuk mengurangi syahwat, ini adalah tuntunan terkait dengan kesempurnaan, bukan untuk menghilangkan rasa sakit. Para ulama telah mensyaratkan tentang kewajiban berkhitan selama dia itu tidak takut terhadap dirinya, karena jika ia khawatir atas dirinya berupa kebinasaan atau sakit, maka hukumnya tidak wajib, karena kewajiban itu tidak menjadi wajib dengan adanya sesuatu yang tidak mampu dilaksanakan (udzur syar'i), atau karena takut akan ada kerusakan atau ada bahaya. Adapun dalil-dalil yang menerangkan tentang wajibnya berkhitan bagi laki-laki sebagai berikut.

Pertama. Hal itu terdapat dalam banyak hadits yang menerangkan bahwa Nabi صلی الله عليه وسلم memerintahkan untuk berkhitan bagi orang yang masuk Islam. [Musnad Imam Ahmad 3/415] sedang asal sesuatu perintah itu wajib. Kedua. Khitan berfungsi untuk membedakan antara kaum muslimin dan nashrani, sehingga kaum muslimin mengetahui mereka untuk dibunuh di medan perang, mereka berkata : khitan merupakan pembeda, jadi jika khitan itu merupakan pemdeda. maka hukumnya wajib, karena adanya kewajiban perbedaan antara kaum muslimin dan orang kafir, dan dalam hal ini haram menyerupai orang-orang kafir, sebagaimana sabda Nabi صلی الله عليه وسلم : "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk kaum itu". Ketiga. Bahwa khitan adalah memotong sesuatu dari badan, sedangkan memotong sesuatu dari badan itu hukumnya haram, padahal haram itu sendiri tidak boleh dilaksanakan kecuali adanya sesuatu yang wajib, maka dengan demikian khitan itu statusnya menjadi wajib. Keempat. Bahwa khitan itu harus dilaksanakan oleh walinya anak yatim dan harus melibatkan anak yatim dan hartanya, karena orang yang mengkhitan itu akan diberi upah seadainya khitan ini tidak wajib maka tidak boleh mempergunakan harta dan badan, ini adalah alasan ma'tsur dan logis yang menunjukkan atas wajibnya berkhitan bagi laki-laki.

Sedangkan bagi perempuan tentang wajibnya khitan masih dalam perbedaan pendapat, namun pendapat yang sudah jelas adalah bahwa khitan wajib bagi laki-laki bukan perempuan, di sana ada hadits dhaif yang berbunya : "khitan itu sunnah yang menjadi kewajiban bagi laki-laki dan kemuliaan bagi perempuan" [Dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya 5/75] seandainya hadits ini benar, maka hadits ini menjadi pemutus hukum tersebut.
[Majmu Fatawa Arkanil Islam, Edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Bab Ibadah, hal 258-269 Pustaka Arafah]

Sumber: http://www.almanhaj.or.id
Continue reading...

Thaharah [Bersuci]

Syaikh Abdul Aziz Muhammad As-Salman.
Pertanyaan. Apa definisi thaharah ? Dan mengapa bab thaharah selalu didahulukan dalam pembasahan-pembahasan fiqh ? Jawaban. Thaharah secara bahasa artinya bersuci atau menghilangkan kotoran. Adapun secara syar'i yang dimaksud ialah menghilangkan najis atau kotoran dengan air dan debu (tanah) yang suci lagi menyucikan dengan tata cara yang telah ditentukan oleh syari'at. Bab thaharah selalu didahulukan dalam pembahasan-pembahasan fiqih karena thaharah (bersuci) merupakan salah satu syarat syahnya shalat, padahal kita tahu shalat adalah rukun dari rukun Islam setelah dua kalimat syahadat. Jadi, syarat (sahnya shalat) tentu harus didahulukan (pembahasannya) daripada yang disyaratkan (yaitu shalat).

Pertanyaan. Apa dalil dari jawaban di atas ?

Jawaban. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ali bin Abu Thalib رضي الله عنه dari Nabi صلی الله عليه وسلم bahwa beliau telah bersabda. "Artinya : Kunci shalat adalah bersuci. Shalat diawali dengan membaca takbir dan diakhiri dengan membaca salam" [Hadits ini diriwayatkan oleh 'Lima Periwayat kecuali Nasa'i] Pertanyaan.

Apa yang dimaksud dengan air suci ? Tolong jelaskan dengan menyebutkan dalilnya ! Jawaban. Air suci adalah air yang suci dzatnya dan bisa digunakan untuk menyucikan. Adapun dalilnya adalah firman Allah سبحانه و تعالى dalam surat Al-Anfal ayat 11. "Artinya : " dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu ?" Begitu pula firman Allah سبحانه و تعالى dalam surat Al-Furqan ayat 48. "Artinya : " dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih (suci)? Abu Hurairah رضي الله عنه mengatakan bahwa Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda. "Artinya : Air laut itu suci lagi halal bangkainya"

[1] Pertanyaan. Kapan air yang suci itu menjadi tidak suci ? Tolong jelaskan dengan menyebutkan dalilnya ! Jawaban. Air yang suci menjadi air yang tidak suci atau air najis apabila telah berubah warna, rasa, dan baunya dengan sebab kemasukan benda yang bernajis. Dalil tentang hal ini adalah hadits dari Abu Umamah Al-Bahili رضي الله عنه, dia berkata, Rasulullah صلی الله عليه وسلم telah bersabda.

"Artinya : Sesungguhnya air itu tidak bisa dinajiskan oleh apapun, kecuali oleh benda yang mengubah bau, rasa, dan warnanya" [Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan dinyatakan dha'if (lemah) oleh Abu Hatim. Al-Baihaqi meriwayatkan hadits ini dengan lafazh. "Artinya : Semua air itu suci, kecuali apabila telah berubah bau, rasa, dan warnanya dengan sebab kemasukan benda bernajis? Para ulama sepakat bahwa air, banyak atau sedikit, apabila tercampur dengan benda najis kemudian berubah warna, rasa, atau baunya, maka air itu menjadi najis. Wallahu a'lam wa shallallahu 'ala Muhammad.

Pertanyaan. Bagaimana cara menyucikan air yang telah menjadi air najis ? Jawaban Menyucikan air najis itu dengan tiga cara : Pertama : Air yang najis itu hilang sendiri sifat-sifat kenajisannya. Kedua : Dengan cara menguras atau membuang semua air yang kena najis, dan menyisakan air yang suci. Ketiga : Dengan cara menambahkan air yang suci ke dalam air yang najis hingga hilang sifat-sifat air najis tersebut.


[Diterjemahkan dari kitab Al-As'ilah wa Ajwibah Al-Fiqhiyyah Al-Maqrunah bi Al-Adillah Asy-Syar'iyyah jilid I, Disalin ulang dari Majalah Fatawa 02/I/Syawwal 1423H -2002M]

Foote Note [1]. Hadits ini diriwayatkan oleh Empat Periwayatan, Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Khuzaimah, dan At-Tirmidzi. Imam Malik, Syafi'i, dan Ahmad juga meriwayatkannya. Lafazh di atas adalah lafzh yang diriwayatkan oleh Ibnu Syaibah

Kategori: Fiqih Ibadah

Sumber: http://www.almanhaj.or.id
Continue reading...

Wednesday, July 22, 2009

Muqaddimah

Bismillahirrahmanirrahiim
Innal hamdalillah nahmaduhu wa nasta'inuhu wa nastaghfiruhu wa na'udzu billahi min syururi anfusiina wa sayyiati a'malina.

Man yahdillahu fala mudhillalah wa man yudhlilhu fala ha diyalah.

Asyhadu anlaa ilaha illallahu wahdahu la syarikalahu wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rosuluhu.
Continue reading...
 

Friends

Followers

Fave This

Salafi Copyright © 2009 Not Magazine 4 Column is Designed by Ipietoon Sponsored by Dezigntuts